BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 09 Februari 2012

Efek Berantai Kasus Anas
BERITASATU.COM - "Terus terang ini beban buat Demokrat, tapi kami selalu siap menanggung konsekuensi beban itu."
Demikian pernyataan Syariefuddin Hasan, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat saat berkunjung ke kantor Beritasatu Media Holdings, Rabu (8/2) sore.
Bagi Syarief, mengubah wajah pengurus Partai Demokrat adalah salah satu kunci dari konsolidasi untuk mengangkat Demokrat dari keterpurukan.
"Itu sudah ada mekanismenya sesuai AD/ART partai, namun kami tetap berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah," ujar pendiri Partai Demokrat itu.
Ketika ditanyakan apakah posisi Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan suap Wisma Atlet SEA Games menjadi beban bagi Demokrat sehingga ketika masalah ini tuntas citra partai bisa pulih kembali untuk menyongsong Pemilu 2014, Syarief menjawab diplomatis.
"Memang kasus ini menjadi semacam multiplier effect (efek berantai) ke partai. Elektabilitas kami menurun dan ada perdebatan di dalam. Tapi kami yakin setelah (kasus) ini selesai Demokrat bisa rebound kembali," paparnya seraya mengingatkan partai ini masih memiliki pemilih loyalis (eligible voters).
Karena itu, Syarief berharap kasus dugaan suap Wisma Atlet SEA Games 2011 Palembang yang melilit Anas dan pengurus teras Demokrat lainnya bisa tuntas dalam dua bulan ke depan.
"Hal ini sejalan dengan arahan Ketua Dewan Pembina Demokrat Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang tetap mempercayai Anas, namun ketika KPK berkata lain ya otomatis mekanisme partai berlaku," jelas kader senior Demokrat yang kini menjabat Menteri Koperasi dan UKM.
Desakan agar Anas mundur dari jabatan ketua umum Partai Demokrat akibat ekses kasus Wisma Atlet tidak hanya muncul dari luar tapi juga internal Demokrat.
Posisi Demokrat justru terpuruk di tangan Anas yang didukung 325 cabang saat Kongres Demokrat di Bandung, Mei 2010.
"Yang penting loyalitas dan komitmen ke partai. Setahu saya, loyalitas kawan-kawan ke Pak SBY masih 100%. Itulah loyalitas yang tertinggi," papar Syariefuddin Hasan.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbanigrum menegaskan, isu desakan mundur dari jabatan ketua terkait namanya disebut-sebut tersandung kasus korupsi wisma atlet di Palembang, ditepis secara objektif.
"Begini, di partai ada mekanisme dan aturan main, jadi seluruh dinamika partai yang dijalankan sesuai AD/ART dan peraturan serta etika partai. Semua tahu secara objektif, saya bukan terdakwa, bukan tersangka, saksi saja tidak," katanya usai pelantikan pengurus DPC Demokrat Makassar, Sulawesi Selatan, di Karebosi, Rabu (8/2).
Terkait dengan adanya isu penonaktifan anggota DPR RI Angelina Sondakh dengan dugaan tersangka kasus wisma atlet, kata dia, belum mengetahui pasti sebab hal itu diserahkan sepenuhnya kepada Dewan Kehormatan partai untuk memutuskan.
Harus Solid
Menyikapi kemelut dan masa depan Demokrat, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarok mengimbau para elite Partai Demokrat agar tidak mengumbar polemik internal partai yang saling menyudutkan ke publik karena akan semakin menurunkan popularitas dan elektabilitas partai.
"Agar popularitas dan elektabilitas Partai Demokrat yang sudah turun tidak terus menurun, hendaknya para elite Partai Demokrat bisa saling menahan diri, tidak saling menyerang dan menyudutkan di ruang publik," kata Zaki Mubarok..
Menurut dosen ilmu politik UIN Jakarta itu, pernyataan yang saling menyudutkan di antara elite Partai Demokrat turut memperkeruh suasana dan membuat kepercayaan publik terhadap partai itu semakin menurun.
Hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dipublikasikan, Minggu (5/2), menyimpulkan, dukungan masyarakat terhadap Partai Demokrat terus menurun sejak Januari 2010.
Dari hasil survei LSI itu, Partai Demokrat hanya berada di posisi ketiga (13,7%) setelah Partai Golkar (18,9%), dan PDI Perjuangan (14,2%).
Padahal, dari hasil survei oleh lembaga survei yang sama pada Juni 2011 menyimpulkan, Partai Demokrat berada di posisi kedua setelah Partai Golkar.
Dampaknya, kata Zaki, kepercayaan publik terhadap Partai Demokrat menurun, kepercayaan kader di daerah kepada pengurus pusat partai tersebut juga menurun.
"Banyak kader di daerah yang merasa kurang percaya diri dan malu ketika petinggi partainya di tingkat pusat saling menyerang satu sama lain," katanya.
Menurut dia, jika hal ini terus berlangsung maka perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu 2014 akan menurun tajam.
Zaki juga mengimbau agar Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Presiden Republik Indonesia, bersikap tegas guna meredam polemik di internal partai.
Lantas bagaimana suara kader Demokrat di daerah? Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jawa Barat menyatakan akan patuh pada arahan dan pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terkait akan melakukan aksi bersih-bersih terhadap kader yang bermasalah.
Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi DPD Partai Demokrat Jawa Barat Yan Rizal Usman, Senin, mengatakan, tindakan tegas berupa pemecatan langsung diberikan saat kader apabila sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum.
"Partai Demokrat Jabar akan fatsun dan melaksanakan arahan serta keputusan Ketua Wanbin, suka atau pun tidak," ujar Yan ketika dihubungi tadi malam.
Menurutnya, sebelum arahan tersebut diucapkan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, DPD Partai Demokrat Jawa Barat bahkan telah bersikap tegas dengan memecat kader-kader bermasalah, baik tersandung kasus korupsi, moral, narkoba atau kriminal.
"Bahkan di daerah ada temuan kader bermasalah secara hukum. Misalnya di Cianjur ada kader kena kasus korupsi, Karawang kena narkoba dan Purwakarta masalah moral. Dan mereka itu langsung diberhentikan," kata Yan.
Ia menuturkan, ketentuan tegas tersebut akan dijalankan pada Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat Jawa Barat.
Dikatakannya, DPD Partai Demokrat Jawa Barat juga mendukung langkah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang tidak akan memisahkan proses hukum antara dugaan "money politic" dalam kongres dan kasus suap Wisma Atlet.






Alasan Nazaruddin Tak Gunakan Pengacara Asal Demokrat
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keengganan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menggunakan jasa kuasa hukum asal partai Demokrat, terjawab sudah. Nazaruddin ternyata tidak mau menjadi samsak Partai Demokrat seorang diri.
"Bang, gua bisa masuk ke jurang," kata Nazaruddin yang ditirukan OC Kaligis saat berbicara di Metro TV, Jakarta, Sabtu (13/8/2011).
OC Kaligis merupakan pengacara yang mendampingi Nazaruddin saat menjadi tersangka KPK. Saat dibekuk interpol Kolombia, OC Kaligis pun terbang menuju Bogota, Kolombia.
Kehadiran di Bogota, OC Kaligis justru dipersulit untuk bertemu Nazaruddin. OC Kaligis mengaku, baru bisa mengunjungi Nazaruddin selama lima menit saja. Atas hal ini, OC Kaligis pun menengarai bakal menghadapi tantangan serius saat akan mendampingi Nazaruddin setibanya di Indonesia.
"Saya menghadapi kekuasaan, masuk ke Mako saja, belum tentu bisa. Dan saya siap mendampingi, karena keadilan musti ditegakkan," sergahnya.

0 komentar: